Sejarah Uang di Berbagai Bangsa
Saat ini kita tengah membicarakan tentang sejarah uang, maka tidak afdol rasanya apabila tidak membahas sejarah uang yang ada di berbagai bangsa di dunia. Yuk simak ulasan berikut!
Sejarah Munculnya Uang
Sejarah Uang pada Bangsa Lydia
Bangsa Lydia berada di sebuah daerah kuno di Asia Kecil, yang saat ini menjadi bagian sebuah provinsi di Turki. Dipercaya bahwa kemunculan uang itu dicetuskan oleh bangsa Lydia ini, karena kala itu mereka kesulitan dengan adanya sistem barter ketika tengah bertransaksi jual beli, kemudian memberikan ide untuk membuat uang.
Sejarah Uang Pada Bangsa Persia
Pada bangsa Persia, mereka mengadopsi percetakan uang dari bangsa Lydia setelah melakukan upaya penyerangan terhadap Kerajaan Lydia di tahun 546 SM. Awalnya, uang dicetak dalam bentuk persegi empat, kemudian mereka mengubahnya menjadi bentuk bundar dan di atasnya diukir gambar tempat peribadatan.
Perkembangan Uang di Indonesia
Perkembangan sejarah uang di Indonesia dimulai pada tahun 800. Selanjutnya, perkembangan ini terbagi menjadi beberapa era. Nah berikut penjelasannya!
Pada masa tersebut, transaksi jual beli masih banyak dilakukan dengan menggunakan emas dan perak. Produksi koin pertama bahkan berasal dari Dinasti Syailendra (Kerajaan Mataram) pada abad ke-9 hingga ke-12.
Selain itu, masyarakat juga menggunakan manik-manik sebagai alat tukar. Manik-manik ini diproduksi oleh Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan akhirnya menyebar ke seluruh penjuru Indonesia. Kemudian, pada akhir abad ke-13, Kerajaan Majapahit yang kala itu menerima kedatangan pedagang China, menjadikan koin tembaga sebagai alat tukar pada masa itu.
Pada tahun ini, orang-orang Eropa mulai berdatangan ke Indonesia dan membawa mata uang masing-masing terutama dalam bidang perdagangan. Hal tersebut menjadikan masyarakat Indonesia juga banyak menggunakan mata uang bangsa kolonial ini.
Kemudian, pada tahun 1752, muncullah uang kertas pertama berkat pembentukan De Bank Courant dan Bank van Leening. Setelah VOC bangkrut, akhirnya Republik Batavia mengeluarkan mata uang sendiri dan membuat koin gulden perak pada tahun 1802.
Pada kala itu adalah masa penjajahan Jepang. Terutama pada tahun 1942, Jepang berhasil menginvasi pemerintahan Hindia Belanda dan mengambil alih seluruh negeri. Hal tersebut menjadikan Jepang membawa mata uangnya sendiri lalu membubarkan bank-bank bentukan Indonesia, termasuk De Javasche Bank.
Setelah pembubaran tersebut, Jepang menerbitkan uang kertas yang dikeluarkan oleh pihak bank Jepang, yakni De Japansche Regeering dan menjadi alat pembayaran yang sah sejak saat itu.
Kemudian pada tahun 1944, Jepang mengeluarkan uang yang dicetak dalam Bahasa Indonesia. Stok uang tersebut tetap dipakai oleh pemerintahan Indonesia sampai tahun 1946.
Pada tahun ini, Indonesia sudah merdeka dan pemerintah pun dapat mencetak mata uang sendiri, dengan menerbitkan ORI atau Oeang Repoeblik Indonesia. Namun, karena saat itu juga negara masih dalam keadaan kacau, akhirnya peredaran ORI menjadi tersendat.
Bentuk fisik ORI pada masa itu sangat sederhana, kualitasnya juga tidak bagus, bahkan sistem pengamanannya masih berupa serat halus biasa. Nah, dalam peredarannya, ORI terbagi atas beberapa penerbitan.
Oeang Repoeblik Indonesia ini pertama kali diedarkan secara resmi pada 30 Oktober 1946. Pecahan uangnya terdiri atas 1 sen, 5 sen, 10 sen, ½ rupiah, Rp1.00, Rp5.00, Rp10.00, dan Rp100.00
Penerbitan ORI selanjutnya justru hanya memiliki empat pecahan saja, yaitu Rp5.00, Rp10.00, Rp25.00, dan Rp100.00.
Untuk penerbitan ini, seluruh mata uangnya memiliki latar tempat dan tanggal berupa Djokjakarta, 1 Djanuari 1945, yang ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Selanjutnya, pada ORI III mulai bertambah jumlah pecahannya menjadi tujuh jenis, yakni ½ rupiah hingga Rp250.00. Pada era ini juga ada sebuah pecahan langka yaitu seri Rp100 Maramis.
Pada seri ORI IV ini, terdapata pecahan baru yakni Rp75.00, Rp100.00 dan Rp400.00. Bahkan ada juga salah satu terbitan uang terbaik, terlangka, sekaligus termahal dengan nominal Rp600.00.
Berkembangnya bahasa indonesia di manca negaraBahasa merupakan salah satu faktor yang tidak akan terlepas dalam hubungan antar Negara. Indonesia yang ikut dalam hubungan komunikasi antar bangsa membuat bahasa Indonesia di kenal di luar negeri. Tidak hanya di asia, bahasa Indonesia juga di kenal di luar asia seperti Australia. Di Australia sendiri bahasa Indonesia memiliki posisi ke-4 sebagai bahasa terpopuler. Banyak Negara yang sudah meresmikan bahasa Indonesia di berbagai universitas dan sekolah khusus lainnya. Contohnya di Vietnam seperti di Universitas Hong Bang dan Universitas Nasional HCMC yang pada setiap tahunnya mata kuliah bahasa Indonesia memiliki jumlah peminat yang cenderung meningkat.
Namun di dalam negeri sendiri, bahasa Indonesia cenderung di remehkan dan para pelajar enggan untuk mempelajari bahasa Indonesia lebih dalam. Metode yang membosankan dalam pembelajaran membuat para pelajar kurang memiliki minat dalam mengembangkan dan menggunakan kosa kata bahasa Indonesia yang benar dan mereka beranggapan bahwa bahasa Indonesia sendiri tidak begitu penting. Tidak hanya para pelajar, kalangan masyarakat pun beranggapan bahwa bisa bahasa Indonesia itu sudah cukup . Para pelajar lebih beranggapan bahwa belajar bahasa asing lebih penting dari bahasa sendiri.
Berbanding sangat terbalik,bahasa Indonesia justru menjadi bahasa yang menarik dan di minati di luar negri. Ada sekitar 52 negara yang telah meresmikan program bahasa Indonesia contohnya Australia, Jepang, Hawai dan Thailand. Seperti di Korea Selatan, pada setiap tahunnya pihak KBRI kota Seoul menyelenggarakan perlombaan berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
Perkembangan bahasa Indonesia di mancanegara menjadi peluang yang besar bagi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Namun usaha tersebut harus di awali dari bangsa Indonesia itu sendiri. Sebagai anak bangsa yang cinta akan tanah air, seharusnya kita mempelajari dan mengembangkan bahasa Indonesia dengan baik. Namun kenyataannya para pelajar dan masyarakat lebih mengenal bahasa Indonesia yang kurang baik tutur katanya, tataran penerapan EYD, dan penerapan kata pelesetan, dan terlebih lagi beranggapan bahasa asing lebih di banggakan daripada bahasa sendiri yang membuat bahasa Indonesia terkikis di dalam negeri sendiri.
potensi luar biasa menjadikan Bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional itu terus dikembangkan dan ditingkatkan melalui kerja sama, koordinasi, dan sinergitas Perwakilan RI di negara akreditasi.
Fakta Menarik Bahasa Indonesia
Melansir Kementerian Luar Negeri, mengatakan bahwa Wikipedia Berbahasa Indonesia kini berada di peringkat 25 dari 250 Wikipedia berbahasa asing di dunia. Sedangkan di tingkat Asia, Bahasa Indonesia berada di peringkat tiga, setelah Jepang dan Mandarin. Sebuah pencapaian besar bukan?
Tak hanya itu, Bahasa Indonesia bahkan telah ditetapkan sebagai bahasa resmi ke-2 di Vietnam dan menjadi bahasa terpopuler ke-4 di Australia.
Menurut Kemenlu RI (Diplomasi, No.106 tahun X), ada setidaknya 52 negara asing membuka Program Studi Bahasa Indonesia, beberapa di antaranya; Inggris, Amerika Serikat, Australia, Maroko, Vietnam, Kanada, Jepang, Ukraina, Korea Selatan, Hawaii hingga Suriname.
Program BIPA Semakin Meningkat
Antusiasme warga dunia untuk mempelajari Bahasa Indonesia semakin terlihat dari Program Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA). Sampai akhir tahun 2020 tercatat ada 355 lembaga penyelenggara program BIPA di 41 negara, dengan total 72.746 pembelajar. Dari jumlah tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud telah memfasilitasi 146 lembaga di 29 negara.
Lihat Sosbud Selengkapnya
Sejarah Uang – Grameds pasti sudah tidak asing dengan keberadaan uang. Yap, uang berapapun nominalnya itu, telah menjadi alat dalam sistem transaksi jual beli yang dilakukan antar manusia. Seseorang tidak mungkin mendapatkan uang dari usahanya sendiri saja, sebab manusia adalah makhluk sosial, maka dalam memperoleh uang pun juga diiringi dengan interaksi bersama manusia lain.
Berbicara mengenai sejarah uang, pasti Grameds tahu bahwa sebelum uang itu ada, orang-orang pada zaman dahulu menggunakan sistem barter untuk proses transaksi jual beli ini. Meskipun sebenarnya, sistem barter ini masih banyak dilakukan terutama di pedesaan, dengan saling menukarkan bahan-bahan sembako dan berbagai jenis sayuran.
Keberadaan uang saat ini ternyata sudah berkembang lho seiring dengan perkembangan zaman. Tak jarang, masyarakat sudah banyak yang beralih ke dompet digital yang tentu saja uang di dalamnya berbentuk digital.
Lalu, bagaimana sih sejarah uang itu? Mengapa sistem barter digantikan begitu saja oleh uang sebagai alat transaksi jual beli? Apa yang dimaksud dengan uang digital?
Nah, supaya Grameds memahami akan hal tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!
Sejarah Uang Pada Bangsa Yunani
Bangsa Yunani menjadikan emas dan perak batangan sebagai komoditas dalam bertransaksi, sampai masa dimulainya pencetakan uang sekitar tahun 406 SM.
Sejarah Uang Pada Bangsa Romawi
Sebelum abad ke-3 SM, bangsa Romawi menggunakan mata uang yang terbuat dari perunggu, yang disebut sebagai aes (Aes Signatum Aes Rude). Tidak hanya dari perunggu, mereka juga menggunakan mata uang koin yang terbuat dari tembaga. Sosok yang dipercaya telah mencetaknya pertama kali adalah Numa atau Servius Tullius.
Lalu, pada tahun 268 SM, bangsa Romawi mencetak uang dinar dari emas yang kemudian menjadi mata uang utama dalam kekaisaran Romawi. Selain itu, di atas uang koin tersebut juga diukir bentuk Tuhan dan pahlawan-pahlawan mereka. Hingga akhirnya, pada masa kekaisaran Julius Caesar, Beliau mencetak gambarnya sendiri di atas uang koin tersebut.
Akhir Abad Pertengahan
Akhir Abad Pertengahan ditandai oleh berbagai musibah dan malapetaka yang meliputi bencana kelaparan, wabah penyakit, dan perang, yang secara signifikan menyusutkan jumlah penduduk Eropa; antara 1347 sampai 1350, wabah Maut Hitam menewaskan sekitar sepertiga dari penduduk Eropa.
Kontroversi, bidah, dan Skisma Barat yang menimpa Gereja Katolik, terjadi bersamaan dengan konflik antarnegara, pertikaian dalam masyarakat, dan pemberontakan-pemberontakan rakyat jelata yang melanda kerajaan-kerajaan di Eropa. Perkembangan budaya dan teknologi mentransformasi masyarakat Eropa, mengakhiri kurun waktu Akhir Abad Pertengahan, dan mengawali kurun waktu Awal Zaman Modern.
Nah, itulah penjelasan singkat mengenai sejarah singkat Abad Pertengahan di Eropa. Grameds dapat mengunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com untuk memperoleh referensi tentang bagian dari sejarah Eropa tersebut. Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk mempelajari tentang sejarah Abad Pertengahan agar dapat mempelajarinya secara penuh. Selamat membaca.
Temukan hal menarik lainnya di www.gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds.
Terminologi dan Periodisasi
Abad Pertengahan adalah salah satu dari tiga kurun waktu utama dalam skema terlama yang digunakan dalam kajian Sejarah Eropa, yakni Zaman Klasik atau Abad Kuno, Abad Pertengahan, dan Zaman Modern.
Para pujangga Abad Pertengahan membagi sejarah menjadi sejumlah kurun waktu, misalnya “Enam Zaman” atau “Empat Kekaisaran”, dan menganggap zaman hidup mereka sebagai zaman akhir menjelang kiamat. Apabila mengulas zaman hidup mereka, zaman itu akan mereka sebut sebagai “zaman modern”. Pada era 1330-an, humanis sekaligus penyair Italia, Petrarka, menyebut kurun waktu pra-Kristen sebagai zaman antiqua (kuno) dan kurun waktu Kristen sebagai sebagai zaman nova (baru).
Leonardo Bruni adalah sejarawan pertama yang menggunakan periodisasi tripartitus (tiga serangkai) dalam karya tulisnya, Sejarah Orang Firenze (1442). Dia dan para sejarawan sesudahnya berpendapat bahwa Italia telah banyak berubah semenjak masa hidup Petrarka, dan karenanya menambahkan kurun waktu ketiga pada dua kurun waktu yang telah ditetapkan oleh Petrarka.
Istilah “Abad Pertengahan” pertama kali muncul dalam bahasa Latin pada 1469 sebagai media tempestas (masa pertengahan). Mula-mula ada banyak variasi dalam pemakaian istilah ini, antara lain, medium aevum (abad pertengahan) yang pertama kali tercatat pada 1604, dan media saecula (zaman pertengahan) yang pertama kali tercatat pada 1625. Istilah “Abad Pertengahan” adalah terjemahan dari frasa medium aevum. Periodisasi tripartitus menjadi periodisasi standar setelah sejarawan Jerman abad ke-17, Christoph Keller, membagi sejarah menjadi tiga kurun waktu: Kuno, Pertengahan, dan Modern.
Tarikh yang paling umum digunakan sebagai permulaan Abad Pertengahan adalah tarikh 476 M, yang pertama kali digunakan oleh Leonardo Bruni. Bagi Eropa secara keseluruhan, tarikh 1500 M sering kali dijadikan tarikh penutup Abad Pertengahan, tetapi tidak ada kesepakatan sejagat mengenai tarikh penutup Abad Pertengahan. Tergantung kepada konteksnya, tarikh peristiwa-peristiwa penting seperti tarikh pelayaran perdana Kristoforus Kolumbus ke Benua Amerika (1492), tarikh penaklukan Konstantinopel oleh orang Turki (1453), atau tarikh Reformasi Protestan (1517), kadang-kadang pula digunakan.
Para sejarawan Inggris sering kali menggunakan tarikh Pertempuran Bosworth (1485) sebagai tarikh penutup Abad Pertengahan. Tarikh-tarikh yang umum digunakan di Spanyol adalah tarikh kemangkatan Raja Fernando II (1516), tarikh kemangkatan Ratu Isabel I (1504), atau tarikh penaklukan Granada (1492).
Para sejarawan dari negara-negara penutur rumpun bahasa Romawi cenderung membagi Abad Pertengahan menjadi dua kurun waktu, yakni kurun waktu “Tinggi” sebagai kurun waktu yang “terdahulu”, dan kurun waktu “Rendah” sebagai kurun waktu yang “terkemudian”.
Para sejarawan penutur bahasa Inggris, mengikuti jejak rekan-rekan mereka di Jerman, umumnya membagi Abad Pertengahan menjadi tiga kurun waktu, yakni kurun waktu “Awal”, kurun waktu “Puncak”, dan kurun waktu “Akhir”. Pada abad ke-19, seluruh Abad Pertengahan kerap dijuluki “Abad Kegelapan”, tetapi semenjak Abad Pertengahan dibagi menjadi tiga kurun waktu, pemakaian istilah ini pun dibatasi untuk kurun waktu Awal Abad Pertengahan saja, setidaknya di kalangan sejarawan.